Mungkin belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, sebuah film dinanti-nanti oleh begitu banyak orang seperti film “Ayat-Ayat Cinta” (setidaknya sepanjang umur gw..).
Dan akhirnya penantian itu selesai sudah…
Sebenernya, gw dah punya banyak kritik untuk novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta oleh Habiburrahman.. Yang pasti, Fahri adalah tokoh yang banyak mendapat kritikan gw..
Dari sedimikian banyak cobaan yang diturunkan Allah pada manusia (manusia Indonesia terutama..), mungkin cobaan yang diberikan Fahri adalah cobaan yang paliiiiing… mmm.. apa ya.. diharapkan mungkin ha….
Bagaimana tidak..? ketika banyak orang yang mendapat cobaan kemiskinan, kedinginan, gempa, angin topan, kesedihan, kematian, kesendirian… Tapi Fahri mendapat cobaan yang sangaaat besar berupa:
1. Dicintai oleh 4 wanita cantik…
2. Mendapat harta (dari Istri) yang berlimpah ruah…
3. Memperoleh 2 Istri (bahkan Sang Istri pertama yang menyarankan..)
4. Memiliki lebih banyak Teman yang bahkan hampir tak memiliki musuh..
Wah, dari novelnya gw dah berontak…
Tapi anehnya, gw salah satu yang nunggu-nunggu versi Film-nya..
(Mungkin karena gw penasaran, gimana cara sang sutradara me-manusiawi-kan tokoh Fahri yang bak Dewa itu…???)
Pertama melihat trailer-nya, gw langsung pesimis.. Gimana nggak..?
Ternyata pemain-pemainnya orang-orang Indonesia..
Bahasa yang digunakan pun bahasa indonesia..
Bahkan tempat setting-nya pun di-Indonesia..???
Gw langsung berfikir, betapa banyak orang yang akan kecewa karena-nya…
Tapi gimanapun, gw juga pengen fair dengan nonton film utuhnya…
Setidaknya, Hanung cukup “cerdik” dengan membuka film dengan takbir yang dilantunkan oleh Ustad Jefri.. Yah, first impression cukup membuat orang merindinglah..
Tapi sayang, suasana Mesir hanya ditampilkan dengan setting gurun pasir.. Seandainya, ditambah dengan sekilas kesibukan kota kairo landscape dan detail kegiatan orang2nya, mungkin seluruh penonton akan langsung terhanyut dan terbawa terbang menuju mesir..
Pembukaan berlanjut ke flat tempat Fahri tinggal.. Disini gw kasih JEMPOL buat Mas Hanung yang bisa ngasih suasana segar dengan tawa dari para penghuni Flat..
Tapi sekali lagi sayang, detail Flat masih kurang mencerminkan suasana Mesir.. Mulai dari Jendela-jendela-nya yang masih sangat Indonesia, dan gedung2 flatnya pun masih kurang menjulang layaknya pemukiman di Mesir..
Yang cukup mengganggu, cuaca panas yang digambarkan di Novel kurang terakomodir dengan baik.. Sehingga masih sangat berkesan TROPIS ketimbang PANAS GURUN.. Padahal, bung Hanung sudah memilih Filter Film yang membuat suasana hangat, tapi tidak didukung dengan keringat yang seharusnya bercucuran..
Bagaimanapun, proses penterjemahan NOVEL to MOVIE oleh Mas Hanung layak gw kasih pujian.. Novel yang cukup tebal itu bisa diterjemahkan dalam film yang tak lebih dari 2 jam tanpa kehilangan cerita..
Meski karakter yang dimainkan oleh “orang Indonesia” cukup membuat mata risih, tapi jalan cerita yang disusun apik oleh yang bikin skenario bisa mengalihkan perhatian penonton.. Alhasil, gw pun akhirnya memaafkan keterbatasan pemeran asing..
Para pemainpun lumayan memberikan kontribusi.. Tokoh Maria yang dimainkan oleh Carissa Putri menurut gw lumayan mencuri perhatian.. Dia cukup pantas mendapat pujian.. Melania Putria yang memerankan Nurul pun sesungguhnya sangat tepat.. sangat Indonesia dan sangat Jawa, sayang karakter seorang Nurul yang mandiri dan ketua kurang nampak.. Bahkan, pertempuran hati dalam diri Nurul kurang ter-explorasi dengan baik..
Sang Naura kurang ditampilkam ke-“mesir”-annya, tapi untungya, Saskia mecca cukup mampu menutupi kekurangan tersebut dengan akting yang cukup baik..
Aisha sang Bidadari, kurang nampak sebagai bidadari yang solehah saat dimainkan oleh Cartwright.. Sepertinya Sang VJ ini masih terbawa perannya sebagai anak BAND di film Bijis.. Aisha adalah wanita lembut yang kuat yang bagaimanapun harus mengakui bahwa ia adalah wanita yang mencintai seorang laki-laki dan punya rasa cemburu.. Tapi semua harusnya ditampilkan oleh Aisha dengan cara santun..
Mungkin Cartwright sulit berekpresi karena harus menggunakan cadar.. Tapi yang pasti, BIDADARI yang harus-nya akan terus terbayang dikepala penonton hingga pulang ke rumah2 masing2 tidak tercapai…!
Dan yang pasti, FAHRI, sang tokoh utama masih belum diperankan Maksimal oleh Fedi Nuril. Banyak emosi yang tidak dapat ditampilkan dengan baik oleh Nuril.. Bahkan dibeberapa scene, suasana yang seharusnya bisa lebih dramatis tidak terbangun dan menyebabkan tetesan air mata yang seharusnya menghabiskan satu kotak tissue itu pupus…
Secara keseluruhan, Film Ayat-Ayat Cinta belum mampu menggoreskan kenangan yang membekas pada kalbu para penonton..
Tapi.. sebagai Film yang penuh dengan keterbatasan dukungan, Film ini sangat-sangat layak untuk ditonton.. Sama sekali TIDAK mengecewakan…
Bahkan gw berani bilang, FILM ini BISA menjadi pilihan mereka2 yang penasaran dengan Novel Ayat-ayat Cinta, namun malas untuk MEMBACA.. (Tapi ingat, NOVEL jauh lebih komplit terutama berkenaan dengan dalil-dalil..)
So salut untuk Mas Hanung..
(Mungkin untuk mereka yang sangat KETAT dengan hukum2 Islam akan sedikit kecewa..)
dear kritikus AAC,
Kalo melihat ada nya cobaan yang diderita Fahri yang anda pikir sangat ringan, ane pikir justru disitulah buah yang dipetik seorang yang menjalankan syariat yang diperintahkan. Buah yang dipetik dari pembatasan diri untuk tidak melencong dari kodrat seorang Taqwa. Bahkan dikala adanya nikmat harta yang bergelimpangan,istri cantik nan solehah dan keluarga yang mendukung…dia (baca : fahri) tetap diberi cobaan fitnah dan semacamnya. Keluarganya juga bukan dari orang berada, actally juga dia punya musuh yg memfitnah. Mungkin ya..itu cara mas Habiburrahman kasih hikmah, bahwa orang baik toh pasti jodohna orang baik pula,nasibnya juga akan di beri kemudahan jua. Tapi klo boleh saya juga komentar soal filmnya, kenapa di ending nya beda banget sama buku ya? kok kesan yang timbul kayanya Poligami jadi jelek banget, lucu2an yang dibuat utk olok2 sifat poligaminya (aneh).
kalo aku gak salah tangkap nih, pada saat pernikahan Fachri dengan Maria itu dalam keadaan beda agama…kira-kira itu Islami apa kagak?…ada hadist yang mendukung gak?
Seinget gw…
Seorang Pria menikahi wanita ahlul kitab itu dibolehkan..
Tapi tidak sebaliknya (Wanita Muslim menikahi Pria Ahlul Kitab itu DILARANG).
Hal ini mungkin melihat kecenderungan. Wanita akan lebih mengikuti Pria.
Sekarang pada kasus Fahri dan Maria, apakah Maria layak disebut sebagai Ahlul Kitab..??
Ahlul Kitab artinya Mereka yang pernah diturunkan kitab dan menjaga amalan sesuai dengan kitab yang diturunkan.
Memang kristen di Kairo agak berbeda dengan kristen Barat. Dan disini, Maria diceritakan sebagai Wanita kristen Timur taat yang menerima Al-Quran dan Islam sebagai agama. Bahkan Maria hafal surat Maryam.
Sepertinya, sang penulis ingin menggambarkan Maria sebagai seorang Ahlul Kitab. Penulis juga membuat situasi dan kondisi cukup darurat (nampaknya penulis cukup berhati-hati dalam hal ini).
Dan jika memang demikian, Islam memang membolehkannya..
Tapi yang pasti, Wanita Muslimah jauuuuuuuh lebih baik..
Gw sendiri belum sempet lihat film-nya (mudah-mudahan gw diberi kesempatan) klo pun bisa itupun di youtube… so gw pertahanin untuk tidak melihat… gw takut ga dapet jiwa film itu sendiri klo dari youtube…
tapi gw udah baca novelnya n sedikit kecewa pada ending-nya yg terkesan dari gw ingin diakhiri begitu saja… toh akhirnya kebenaran terungkap… Gw masih ingin tahu bagaimana ‘peta rencana hidup’ Fahri & Aisha selanjutnya? Bagaimana mereka (Fahri & Aisha) mengembalikan track-nya setelah gangguan Fahri dipenjara?
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya, Mengapa para petinggi-petinggi di Universitas Al-Azhar yang notabenenya orang-orang yang paham betul Islam begitu mudahnya mencopot semua gelar Fahri hanya karena desakan Penguasa Negri, tanpa menunggu hasil keputusan Majelis sidang? Apakah mereka takut kehilangan materi yang mereka miliki saat itu kalo mereka menetang?
Lalu siapa Bahadur, yang cuma keamanan night club mampu mempengaruhi penguasa negri untuk memberi tekanan ke Fahri lewat jalur intelejen negara?
Komen gw selanjutnya ada satu sikap Fahri yang gw kurang berkenan… pada saat kamarnya terkena tetesan air… dia tidak ungkap itu, dia cuma sediakan ember dan berharap setelah dia punya cukup tabungan dia akan memperbaiki…
Lalu klo ternyata terjadi lagi bagaimana? masihkah dia memperbaiki lagi? So bagi gw timbul kesan Fahri mencoba menutupi permasalahan walaupun itu kecil… Kenapa ga coba dia diskusikan dengan tutur bahasa yang baik bersama dengan penghuni atas flat-nya ato klo perlu aja pihak manajemen flat… Point gw sekecil apapun masalah (tanpa melihat siapa yang salah ato bertanggung jawab) klo itu menyangkut orang lain alangkah baiknya dibicarakan bersama…
Satu lagi yang terakhir… kenapa Fahri mesti berbohong kepada Aisha tentang surat Nurul yang isi sebenarnya tentang cinta Nurul terhadap Fahri? Semestinya dengan wawasannya yang luas dan kehalusan budi pekerti serta gaya bahasa Fahri, Fahri bisa menjelaskan itu dengan halus tanpa perlu mesti berbohong… ato emang ini yg sengaja dibuat oleh si penulis untuk menjelaskan klo Fahri itu manusia biasa (yang menangis menyesal begitu semua gelar Al-Azhar-nya dicopot, padahal walaupun gelarnya dicopot, ilmu yg ia dpt ngga akan pernah hilang) yang tidak ingin ada konflik di saat awal-awal pernikahannya… ato pula sengaja penulis tidak mau mengangkat masalah ini lebih jauh karena menganggap masalah selanjutnya masalah fitnah kepada Fahri akan lebih menjual… Toh pada akhirnya Aisha sebagai istri ga akan pernah tahu kalo sebenarnya selain Maria & Nourma, ada satu gadis lagi Nurul yang juga mencintai Fahri…
Ya… Ya… Ya… tetap ada yg bisa gw ambil pelajaran dari Novel ini… yg pertama untuk lebih mengedepankan akal sehat ketimbang perasaan… sesekali konflik bathin ini terjadi pada Fahri n Fahri memilih untuk mengedepankan akal sehat ketimbang perasaan… yg kedua cinta yang sesungguhnya itu mestinya terjadi setelah pernikahan bukan sebelumnya… So klo pun skrng gw mencintai ‘calon’ istri gw… gw akan berusaha mencintainya lebih lagi pada saat dia jadi istri gw… dan yang pelajaran terakhir semestinya semua orang memiliki rencana perjalanan hidup, ini mesti tertulis dengan jelas dan tegas dan selalu dievaluasi dari waktu ke waktu… sayangnya gw belum berani ini… gw cuma masih tahap membayang-bayangkan mimpi hidup 1 tahun kedepan, 5 tahun kedepan n 10 tahun kedepan… gw takut kalo terlalu bener-bener berharap n tidak kesampean gw bakalan merasa seperti orang yang kalah dalam pertandingan (you`re such a big loser!) kan ga enak bgt rasanya di hati… yah memang ternyata nyali gw masih kerdil… sekerdil keberanian gw untuk memperbaiki cara berenang gw yg ga pernah bener… So untuk itu gw acungin jempol buat Fahri & Aisha yg berani n jelas menentukan rencana hidup dan berusaha komitmen menjalankan rencana hidupnya…
tulisan sambil nungguin cucian…
Wah aku lupa ngasih comment, komentar Budi.. Thanks Bud dah sharing.. Mantap..